KATA
PENGANTAR
Segala puji dan
syukur penulis haturkan kepada sang Kholiq yang tak pernah letih ataupun tidur
dalam mengurus semua makhluk-Nya yang berada di langit maupun di bumi. Dialah
Allah SWT, tuhan semesta alam dengan kekuasaan yang meliputi langit beserta
isinya dan bumi beserta isinya pula. Dengan rahmat dan kasih sayang-Nya, maka
penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai Motivasi dalam Manajemen yang
tentunya masih jauh dari kata sempurna ini.
Shalawat serta salam penulis
sanjungkan kepada makhluk paling mulia di muka bumi ini. Makhluk yang diutus
untuk menyempurnakan akhlak seluruh manusia di bumi. Dialah baginda besar,
rasul agung, Rasulullah SAW. Semoga syafaat beliau senantiasa tercurah kepada
para umatnya yang setia mengikuti jejaknya sampai akhir hayat nanti. Serta shalawat
untuk keluarga beliau dan shahabat-shahabat beliau.
Penulis juga ucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Manajemen Pengantar yaitu Ibu Kurniati,
S.H.I., M.A. yang telah sabar membimbing penulis dalam memperoleh materi serta
penulis juga harapkan agar kiranya bu dosen dapat memberikan masukan-masukan
bagi kurangnya kelengkapan dalam makalah yang penulis buat ini.
Penulis
juga berharap bahwa apa yang sudah penulis tulis dapat bermanfaat bagi
teman-teman pembaca dalam memperoleh pengetahuan tentang Motivasi dalam
Manajemen. Dan jika ada masukan, sekiranya tak segan untuk menambahkan supaya
penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurang dalam makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………...1
Daftar
Isi………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Motivasi……………………………………………………….4
B.
Berbagai Pandangan
tentang Motivasi dalam Organisasi………………..6
C.
Motivasi di Lingkungan
Kerja……………………………………………8
BAB
III KESIMPULAN DAN PENUTUP………………………………………….16
Daftar
Pustaka……………………………………………………………………......17
BAB I
PENDAHULUAN
Motivasi merupakan kegiatan yang
mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini
merupakan subyek yang penting bagi manajer, kerena menurut definisi manajer
harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu memahami orang-orang
berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan
yang diinginkan organisasi. Motivasi adalah juga subyek membingungkan, karena
motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi harus disimpulkan
dari perilaku orang yang tampak.
Motivasi bukan hanya satu-satunya
factor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Dua factor lainnya yang
terlibat adalah kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku yang
diperlakukan untuk mencapai prestasi yang tinggi atau disebut persepsi
peranan. Motivasi, kemampuan, dan persepsi peranan adalah saling
berhubungan. Jadi, bila salah satu factor rendah, maka tingkat prestasi akan
rendah, walaupun factor-faktor lainnya tinggi.
Banyak
istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi (motivation) atau motif, antara
lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive).
Dalam hal ini akan digunakan istilah motivasi, yang diartikan sebagai keadaan
dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada
seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna
mencapai tujuan kepuasan dirinya. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam
organisasi, sehingga banyak ahli telah mencoba untuk mengembangkan berbagai
teori dan konsep yang akan dibahas pada Bab II.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MOTIVASI
Ada beberapa pengertian motivasi
yang akan sedikit dijabarkan oleh penulis, diantaranya adalah sebagai berikut:
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, motivasi terdiri dari dua kata, yaitu motif dan aksi.
Motif sendiri memiliki arti sebab-sebab yang menjadi dorongan tindakan
seseorang; dasar pikiran atau pendapat; sesuatu yang jadi pokok. Sedangkan aksi
memiliki arti gerakan; perkumpulan politik; tindakan; sikap (gerak-gerik, tingkah
laku) yang dibuat-buat.
Menurut Lilik Reza (Motivator
Training), motivasi terdiri dari dua kata, yaitu motive (alasan)
dan action (beraksi). Jika digabungkan, maka akan diperoleh pengertian:
alasan untuk beraksi atau mengerjakan sesuatu.
Kata “motif”, diartikan sebagai daya
upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan
sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan
sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu,
maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.
Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. (Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, Sardiman A.M.)
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah
perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling”
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang
dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting:
1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya
perubahan energy pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan
membawa beberapa perubahan energy didalam system “neurophysiological” yang ada
pada organisme manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia),
penampakkannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
2. Motivasi ditandai dengan munculnya
rasa/feeling, afeksi (rasa kasih sayang; perasaan-perasaan dan emosi yang
lunak) seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan
kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya
tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi,
yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi
kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini
adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.
Dengan
ketiga elemen diatas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu
yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energy yang
ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut pada persoalan gejala kejiwaan,
perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua
ini didorong karena adanya tujuan kebutuhan, kebutuhan atau keinginan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah suatu alasan atau dorongan yang bisa berupa kata-kata, motivation
training, keyakinan dari dalam diri sendiri, pengaturan mindset, dan
atau keadaan yang mendesak untuk dapat melakukan atau menghasilkan sesuatu, dan
untuk memperoleh semangat untuk tetap terus bekerja.
Dalam mewujudkan alasan untuk
beraksi (motivasi), maka diperlukan stimulus (pendorong). Stimulus (pendorong)
itu sendiri ada dua macam, yaitu:
1. High Class yang berupa tarikan (pull).
2. Low Class yang berupa dorongan (push).[1]
Jika kedua-duanya digabungkan, maka
akan diperoleh suatu energy yang besar dan akan membangkitkan rasa semangat dalam
diri seseorang. Sebagai contoh: sebuah mobil yang mogok, jika didorong saja
hanya akan bergerak lambat. Lain halnya jika ditambah dengan tarikan. Mobil itu
akan terasa lebih ringan dan bergeraknya akan lebih cepat. Begitu juga dengan
diri manusia. Manusia akan memiliki semangat juang yang tinggi jika mendapat
dorongan dan kesadaran dari dalam dirinya sendiri. Tetapi semangat juang itu
akan bertambah tinggi jika mendapat tarikan dari luar, seperti dorongan
semangat dari keluarga, teman, atau yang lainnya.
Ada beberapa level (tingkatan) dalam
motivasi[2],
yaitu:
1.
Level paling rendah,
level Spirit. Yaitu menghadiri AMT (Achievement Motivation Training).
Kenapa level ini dikatakan paling rendah, karena pembakaran semangat dan
motivasi di level ini hanya akan mempengaruhi peserta saat duduk dan menyimak
motivasi yang diberikan oleh trainer (pemberi motivasi), setelah itu
pengaruhnya tidak akan sekuat dan seberpengaruh saat disampaikan oleh trainer.
2.
Level Mindset. Pengaturan
pada pikiran. Ini dilakukan oleh diri sendiri untuk menciptakan semangat dan
motivasi untuk diri sendiri. Level ini lebih tinggi daripada sebelumnya, karena
pada level ini kita sudah mampu mengatur apa-apa saja yang menjadi bahan bakar
semangat dan alasan untuk melakukan sesuatu.
3.
Level Skill
dan Job. Kemampuan dan pekerjaan. Saat kita sudah mengetahui apa yang
mampu kita lakukan dan pengaplikasiannya dalam pekerjaan, maka kita akan secara
otomatis mendapat semangat dan alasan untuk menghasilkan yang terbaik dalam
sasaran kita (job).
4.
Dan level yang
tertinggi adalah Level Power (Energi). Kenapa disebut level tertinggi,
karena pada level ini, seseorang yang telah mengatur mindset-nya, mampu
melaksanakan job (pekerjaan)nya dengan baik, ia akan menjadi energy untuk yang
lainnya. Artinya, disaat energinya habis, ia tahu kapan dan bagaimana
seharusnya ia mengisi ulang energinya. Sedangkan disaat energinya sudah terisi
penuh, ia mampu menyalurkan energy untuk orang lain.
B.
BERBAGAI
PANDANGAN TENTANG MOTIVASI DALAM ORGANISASI
1.
Model
Tradisional
Model
tradisional dari motivasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan aliran
manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana
pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya system pengupahan intensif
untuk memotivasi para pekerja – lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima
penghasilan.
Pandangan
tradisional menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas, dan hanya dapa
dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan
ini cukup efektif. Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, karyawan yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut, manajer
mengurang besarnya upah intensif. Pemutusan hubungan kerja menjadi biasa dan
pekerja akan mencari keamanan/jaminan kerja daripada hanya kenaikan upah kecil
dan sementara.
2.
Model
Hubungan Manusiawi
Banyak
praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak memadai. Elton
Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa kontak-kontak
sosial karyawan pada pekerjaannya adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan
tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah factor-faktor pengurang motivasi.
Mayo dan lain-lainnya juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan
melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa
berguna dan penting.
Sebagai
hasilnya, para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan
sendiri dalam pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar diarahkan pada
kelompok-kelompok kerja organisasi informal. Lebih banyak informasi disediakan
untuk karyawan tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.
3.
Model
Sumber Daya Manusia
Kemudian
para teoritis seperti McGregor dan Maslow, dan para peneliti seperti Argyris
dan Likert, melontarkan kritik kepada model hubungan manusiawi, dan
mengemukakan pendekatan yang lebih “sophisticated” untuk memanfaatkan para
karyawan. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak
factor – tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga
kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka
beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan
secara baik dan bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai
sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan
lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, para
karyawan dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan
keputusan-keputusan dan pelaksanaan tugas-tugas.
Para
manajer dapat menggunakan model motivasi hubungan manusiawi dan sumber daya
manusia secara bersama. Dengan bawahannya, manajer cenderung menerapkan model
manusiawi: Mereka mencoba untuk mengurangi penolakan bawahan dengan perbaikan
moral dan kepuasan. Bagi dirinya sendiri, manajer akan lebih menyukai model
sumber daya manusia: mereka merasa kemampuannya tidak digunakan secara penuh oleh
sebab itu mereka mencari tanggung jawab yang lebih besar dari atasan-atasan
mereka.
C. MOTIVASI DI LINGKUNGAN KERJA
Walaupun kepuasan kerja dan semangat
kerja merupakan hal yang penting, motivasi karyawan merupakan faktor yang
bahkan lebih penting bagi keberhasilan perusahaan. Motivasi merupakan salah
satu bagian dari fungsi manajerial pengarahan (directing). Secara umum,
motivasi (motivation) didefinisikan sebagai serangkaian kekuatan yang
meyebabkan orang berperilaku dalam cara tertentu. Seorang pekerja mungkin
termotivasi untuk bekerja keras berproduksi sebanyak mungkin, yang lainnya
mungkin termotivasi untuk berproduksi secukupnya saja. Para manajer, tentunya,
harus memahami perbedaan-perbedaan perilaku itu dan alasan-alasannya.
Selama
bertahun-tahun, banyak bermunculan teori dan penelitian yang berusaha membahas
masalah-masalah itu. Dalam bagian ini, kita akan menelusuri penelitian dan
teori utama mengenai motivasi karyawan. Khususnya, kita akan berfokus pada tiga
pendekatan hubungan antar manusia di lingkungan kerja yang mencerminkan
kronologi pemikiran dasar dalam bidang itu: (1) teori klasik dan manajemen
ilmiah, (2) teori perilaku, (3) teori motivasi kontemporer.
1. TEORI KLASIK
Menurut yang disebut
sebagai teori motivasi klasik (classical theory of motivation), para pekerja
termotivasi semata-mata oleh uang. Dalam buku yang menjadi rujukan banyak pakar
lain The Principles of Scientific Management (1911) (dalam BISNIS-nya Ricky W.
Griffin dan Ronald J. Ebert), seorang insinyur industry Frederick Taylor
mengusulkan cara perusahaan dan para pekerja memanfaatkan cara pandang
kehidupan di lingkungan kerja yang telah diterima oleh masyarakat luas. Apabila
para pekerja termotivasi oleh uang, menurut Taylor, maka membayar mereka lebih
banyak akan mendorong mereka berproduksi lebih banyak. Sementara itu,
perusahaan yang menganalisis pekerjaan dan menemukan cara yang lebih baik untuk
mengerjakannya dapat memproduksi barang-barang dengan lebih murah, memperoleh
laba yang lebih banyak, dan karenanya perusahaan membayar dan memotivasi para
pekerja lebih baik daripada para pesaingnya.
Pendekatan
Taylor dikenal sebagai manajemen ilmiah (scientific management). Ide-idenya
menangkap khayalan banyak manajer diawal abad kedua puluh. Dengan segera,
pabrik-pabrik di seluruh pelosok Amerika Serikat mempekerjakan ahli-ahli untuk
melakukan penelitian waktu dan gerakan (time and motion studies); teknik-teknik
rekayasa industry yang diaplikasikan pada tiap-tiap aspek atau bagian pekerjaan
agar dapat menentukan cara melakukan pekerjaan tersebut secara lebih efisien.
Penelitian-penelitian itu merupakan usaha-usaha ilmiah pertama yang berusaha
merinci pekerjaan menjadi komponen-komponen yang mudah diulang serta mencari
alat dan mesin yang efisien untuk melakukannya.
2. TEORI PERILAKU (BEHAVIOUR THEORY):
PENELITIAN HAWTHORNE
Pada tahun 1925,
sekelompok peneliti dari Harvard memulai penelitian di Hawthorne Works of
Western Electric di luar kota Chicago. Dengan tujuan meningkatkan
produktivitas, mereka ingin mengamati hubungan antara perubahan lingkungan
fisik dan keluaran (output) para pekerja.
Hasil
eksperimen tersebut tidak terduga, bahkan membingungkan. Contohnya,
meningkatnya penerangan dapat memperbaiki produktivitas. Akan tetapi, karena
sejumlah alas an, menurunnya penerangan juga memperbaiki produktivitas. Labih
jauh lagi, berlawanan dengan semua perkiraan, kenaikan upah gagal meningkatkan
produktivitas. Perlahan-lahan, para peneliti tersebut memecahkan teka-teki
tersebut. Penjelasannya terletak pada reaksi para pekerja terhadap perhatian
yang mereka terima. Para peneliti menyimpulkan bahwa produktivitas akan
meningkat sebagai tanggapan atas tindakan manajemen apapun yang dinilai oleh
para pekerja sebagai perhatian khusus. Penemuan itu, yang sekarang dikenal luas
sebagai dampak Hawthorne (Hawthorne effect), mempunyai pengaruh besar pada
teori hubungan manusia, walaupun dalam banyak kasus itu hanya bertujuan
meyakinkan para manajer bahwa mereka harus lebih banyak memeperhatikan para
karyawannya.
3. TEORI MOTIVASI KONTEMPORER
Mengikuti penelitian Hawthorne, para
manajer dan peneliti lebih berfokus pada pentingnya hubungan manusia dalam
memotivasi kinerja karyawan. Menekankan pada factor-faktor yang dapat
menyebabkan, memusnahkan, dan mempertahankan perilaku pekerja, hampir semua
pembuat teori motivasi membahas cara manajemen menganggap dan memperlakukan
para karyawannya. Teori motivasi utama mencakup model sumber daya manusia,
hierarki kebutuhan, teori dua factor, teori pengharapan, dan teori
kesetaraan.
a. Model Sumber Daya Manusia: Teori X dan Y
Dalam suatu penelitian yang penting,
ilmuwan perilaku Douglas McGregor menyimpulkan bahwa para manajer mempunyai
kepercayaan yang sangat berbeda mengenai cara terbaik menggunakan sumber daya
manusia suatu perusahaan. Ia mengklasifikasikan keyakinan itu ke dalam
serangkaian asumsi yang ia beri label ”Teori X” dan “Teori Y”. perbedaan dasar
kedua teori itu dapat dilihat pada table dibawah ini:
Teori X
|
Teori Y
|
Orang malas.
|
Orang enerjik.
|
Orang tidak punya ambisi dan tidak suka
tanggung jawab.
|
Orang berambisi dan mencari tanggung jawab.
|
Orang mementingkan diri sendiri.
|
Orang-orang dapat tidak mementingkan diri
sendiri.
|
Orang menentang perubahan.
|
Orang ingin menyumbang ke pertumbuhan dan
perubahan bisnis.
|
Orang musuh dihasut dan tidak pintar.
|
Orang pintar.
|
Para manajer yang
menganut Teori X cenderung percaya bahwa bisa ditebak orang-orang itu
malas dan tidak mau bekerja sama dan oleh karenanya harus dihukum atau diberi
imbalan (rewards) agar mereka menjadi produktif. Para manajer yang menganut Teori
Y cenderung percaya bahwa orang-orang sesungguhnya energik, berorientasi ke
perkembangan, memotivasi diri sendiri, dan tertarik untuk menjadi produktif.
McGregor umumnya lebih menyukai
keyakinan Teori Y. Karenanya ia menyatakan bahwa manajer yang menganut Teori Y
kemungkinan besar mempunyai karyawan yang puas dan termotivasi. Tentunya,
perbedaan Teori X dan Y terlalu sederhana dan hanya memberikan sedikit dasar
konkrit untuk bertindak. Nilai teori itu terletak pada kemampuan teori tersebut
mengungkap dan mengklasifikasikan perilaku para manajer berdasarkan sikap
mereka terhadap para karyawan.
b. Model Hierarki Kebutuhan Maslow
Model Hierarki Kebutuhan (hierarchy
of needs model) dari seorang psikolog Abraham yang mereka coba penuhi dari
pekerjaan mereka. Ia mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan itu menjadi lima
tipe dasar dan menyarankan supaya kebutuhan itu disusun menurut hierarki
prioritas seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.
Umum
|
|
Organisasi
|
Kepuasan diri
sendiri
|
Kebutuhan Aktualisasi Diri
|
Pekerjaan yang
menantang
|
Status
|
Kebutuhan Harga Diri
|
Jabatan
|
Pertemanan
|
Kebutuhan Sosial
|
Rekan di tempat
kerja
|
Stabilitas
|
Kebutuhan Keamanan
|
Rencana pensiun
|
Perlindungan
|
Kebutuhan Psikologis
|
Gaji
|
Menurut Maslow, kebutuhan merupakan hal yang
bertingkat-tingkat karena kebutuhan tingkatan rendah harus sudah dipenuhi
sebelum seseorang mencoba memuaskan kebutuhan yang tingkatannya lebih tinggi.
Setelah serangkaian kebutuhan telah
dipenuhi, kebutuhan itu berhenti memotivasi perilaku. Itulah arti dari
kebutuhan yang bersifat hierarkis dari tingkatan yang rendah ke yang lebih
tinggi itu mempengaruhi motivasi dan kebutuhan karyawan. Contohnya, jika Anda
merasa aman dalam pekerjaan Anda, rencana pensiun yang baru mungkin tidak
terlalu penting bagi Anda jika dibandingkan kesempatan mencari kawan-kawan baru
dan memasuki jaringan informal diantara rekan kerja Anda.
Akan tetapi, jika kebutuhan
tingkatan rendah mendadak tidak terpenuhi, hampir semua orang segera berfokus
kembali ke tingkatan rendah tersebut. Contohnya, misalkan saja Anda mencari
cara untuk memenuhi kebutuhan harga diri Anda dengan bekerja sebagai manajer
divisi di suatu perusahaan besar. Jika Anda mengetahui bahwa divisi Anda dan
akibatnya pekerjaan Anda mungkin akan dihapuskan, Anda mungkin melikhat
kepastian keamanan kerja di perusahaan baru itu memotivasi Anda sekuat promosi
yang terjadi sebelumnya di perusahaan lama Anda.
Teori Maslow memahami bahwa karena
orang yang berbeda mempunyai kebutuhan yang berbeda, mereka termotivasi oleh
hal-hal yang berbeda. Sayangnya, teori itu hanya memberikan sedikit panduan
tindakan di lingkungan kerja. Selain itu, riset telah menemukan bahwa hierarki
tersebut sangat bervariasi, tidak hanya diantara orang-orang yang berbeda,
tetapi juga diantara kebudayaan yang berbeda.
c. Teori Dua Faktor
Setelah mengamati sekelompok akuntan
dan insinyur, psikolog bernama Frederick Herzberg menyimpulkan bahwa kepuasan
dan ketidak-puasan kerja bergantung pada dua factor: factor-faktor higienis,
seperti kondisi tempat kerja, dan factor-faktor motivasi, seperti
pengakuan atas pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik.
Menurut Teori Dua Faktor
(two-factors theory), factor-faktor higienis mempengaruhi motivasi dan kepuasan
hanya jika factor itu tidak dapat atau gagal memenuhi harapan-harapan.
Contohnya, para pekerja akan menjadi tidak puas bila mereka percaya bahwa
mereka berada didalam kondisi tempat kerja yang menyedihkan. Akan tetapi, bila
kondisi tempat kerjanya membaik, mereka tidak harus menjadi puas, mereka hanya
merasa tidak puas. Sebaliknya, apabila para pekerja tidak menerima pengakuan
atas pekerjaan yang sukses, mereka mengalami ketidak-puasan. Bila mereka diberi
pengakuan, mereka kemungkinan besar menjadi lebih puas.
Pada gambar yang ditunjukkan dibawah
ini menggambarkan teori dua factor. Perhatikan bahwa factor-faktor motivasi
terletak diantara dua kontinum yaitu puas (satisfaction) dan tidak puas
(no satisfaction). Sebaliknya, factor-faktor higienis lebih mungkin
menimbulkan perasaan yang terletak di kontinum tidak puas (dissatisfaction)
dan tidak ada ketidak-kepuasan (no dissatisfaction). Factor motivasi
berhubungan langsung dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan,
sedangkan factor higienis mengacu ke lingkungan tempat mereka melakukannya.
Tidak
ada Kepuasan
Faktor-faktor
Motivasi
Ø Pencapaian
Ø Pengakuan
Ø Pekerjaan itu sendiri
Ø Tanggung jawab
Ø Kemajuan dan
pertumbuhan
Ketidakpuasan Tidak ada
Ketidakpuasan
Faktor-faktor Higienis
Ø Penyelia
Ø Kondisi bekerja
Ø Hubungan antar pribadi
Ø Bayaran dan keamanan
Ø Kebijakan dan administrasi perusahaan
Oleh karenanya, teori itu menyatakan
bahwa para manajer harus mengikuti pendekatan dua langkah dalam meningkatkan
motivasi. Pertama, mereka harus memastikan bahwa factor higienis—kondisi
tempat kerja, kebijakan yang dinyatakandengan jelas—dapat diterima dengan baik. Praktek
itu akan mengakibatkan tidak adanya rasa ketidak-puasan. Kemudian mereka harus
menawarkan factor motivasi—pengakuan, tanggung jawab tambahan—sebagai cara untuk meningkatkan
kepuasan dan motivasi.
Riset
menyatakan bahwa walaupun teori dua factor berlaku di beberapa bidang profesi,
teori itu tidak se-efektif di bidang klerikal dan manufaktur. (Riset Herzberg
hanya terbatas pada profesi akuntan dan insinyur). Disamping itu, factor
higienis seseorang mungkin merupakan factor motivasi bagi orang lain.
Contohnya, jika uang hanya mencerminkan jumlah pembayaran atas total waktu yang
digunakan untuk bekerja, maka uang dapat merupakan factor higienis begi
seseorang. Akan tetapi, bagi orang lain, uang mungkin merupakan factor motivasi
karena ia mencerminkan pengakuan dan pencapaian.
d.
Teori Pengharapan
Teori
Pengharapan (expectancy theory) menyatakan bahwa orang-orang termotivasi
bekerja karena ingin mendapatkan imbalan yang mereka inginkan dan bahwa mereka
percaya mereka mempunyai peluang—atau harapan—yang masuk akal untuk meraihnya.
Contohnya, imbalan yang sepertinya berada diluar jangkauan mungkin tidak
diinginkan bahkan jika imbalan itu pada hakikatnya positif. Pada gambar yang akan
ditampilkan dibawah mengilustrasikan teori pengharapan yang berkaitan dengan
persoalan yang kemungkinan akan dipertimbangkan oleh seorang karyawan tertentu.
Pertimbangkan seorang kasus asisten manajer departemen yang mengetahui manajer
divisi telah pensiun dan perusahaan sedang mencari penggantinya. Walaupun
wanita itu menginginkan pekerjaan tersebut, ia tidak melamar karena ia ragu
dirinya akan dapat terpilih. Dalam kasus itu, ia mengangkat persoalan
kinerja-imbalan (performance-reward issue): untuk beberapa alasan, ia yakin
bahwa kinerjanya tidak akan menyebabkan ia mendapatkan posisi tersebut. Catat
bahwa ia juga mungkin berpikir bahwa kinerjanya pantas mendapatkan pekerjaan
baru tersebut tetapi semata-mata kinerja tidak akan mencukupi; barangkali ia
sadar imbalannya pantas diberikan kepada seseorang yang mempunyai tingkatan
senioritas yang lebih tinggi.
Persoalan Persoalan
Persoalan
Upaya-kinerja kinerja-imbalan imbalan-sasaran pribadi
Asumsikan bahwa karyawan tersebut
juga mengetahui bahwa perusahaan juga mencari seorang manajer produksi untuk
giliran kerja (shift) berikutnya. Ia berpikir bahwa ia dapat mendapatkan
pekerjaan itu tetapi tidak mengajukan lamaran karena ia tidak mau berganti
giliran kerja. Dalam contoh itu, ia mengangkat persoalan imbalan-sasaran
pribadi (rewards-personal goals). Akhirnya, ia mengetahui bahwa ada lowongan
satu tingkatan lebih tinggi—manajer departemen—dalam
divisinya sendiri. Ia mungkin melamar pekerjaan itu karena ia menginginkannya dan
berpikir bahwa ia mempunyai peluang besar untuk meraihnya. Dalam kasus itu,
pertimbangannya megenai seluruh persoalan telah menghasilkan pengharapan bahwa
ia dapat meraih sasaran tertentu.
Teori pengharapan juga membantu
menjelaskan dengan beberapa orang tidak bekerja sekeras mungkin ketika gaji
mereka semata-mata didasarkan pada senioritas. Karena mereka memperoleh bayaran
yang sama, tanpa melihat apakah mereka bekerja keras atau hanya sedang-sedang
saja, tidak ada insentif keuangan bagi mereka untuk bekerja lebih keras. Dengan
kata lain, mereka bertanya kepada diri mereka sendiri: “Apabila saya bekerja
lebih keras, apakah saya akan diberi kenaikan upah?” dan menyimpulkan bahwa
jawabannya tidak. Serupa halnya, apabila kerja keras akan megakibatkan satu
atau lebih hasil yang tidak diinginkan, transfer ke lokasi lain atau kenaikan
jabatan ke pekerjaan yang memerlukan banyak bapergian—para karyawan tidak
termotivasi untuk bekerja lebih keras.
e. Teori Kesetaraan
Teori Kesetaraan (equity theory)
berfokus pada perbandingan sosial—orang-orang
mengevaluasi perlakuan organisasi terhadap mereka dibandingkan dengan perlakuan
organisasi terhadap orang-orang lain. Pendekatan itu beranggapan bahwa
orang-orang memulai dengan menganalisis masukan atau input (apa yang mereka
sumbangkan ke pekerjaan mereka berupa waktu, usaha, pendidikan, pengalaman, dan
sebagainya) dibandingkan dengan keluaran atau output (apa yang mereka dapatkan:
gaji, fasilitas, pengakuan, keamanan). Hasilnya adalah nisbah sumbangan
(contribution)terhadap perolehan (return). Kemudian mereka membandingkan nisbah
mereka sendiri dengan nisbah karyawan-karyawan lainnya.
Ketika orang-orang merasa bahwa
mereka tidak diperlakukan secara setara, mereka mungkin akan melakukan berbagai
hal untuk mewujudkan kembali keadilan. Contohnya, mereka mungkin akan meminta
kenaikan gaji, mengurangi usaha mereka, bekerja dengan waktu kerja yang lebih
pendek, atau hanya mengeluh kepada bos mereka. Mereka mungkin mencari-cari
alasan, mencari orang-orang lain yang bisa dijadikan perbandingan, atau
meninggalkan pekerjaan mereka.
Contoh yang hampir sempurna mengenai
teori kesetaraan di pekerjaan dapat ditemukan dalam bidang olahraga
professional. Contohnya, tiap tahun, pemain-pemain baru, kadang-kadang baru
keluar dari bangku kuliah, seringkali menandatangani kontrak-kontra yang
menguntungkan. Belum apa-apa, para pemain veteran sudah mulai mengomel soal
kenaikan gaji atau kontrak yang perlu diperbaharui
BAB
III
KESIMPULAN
DAN PENUTUP
A.
Kesimpulan
Motivasi bukan hanya dapat diberikan
untuk menyemangati diri sendiri atau orang di sekitar kita, tetapi juga dapat
diberikan kepada para karyawan untuk mengembangkan rasa semangat dalam
berproduktivitas. Dengan adanya motivasi baik itu berupa uang sebagai gaji
ataupun penghargaan berupa penganggapan terhadap apa yang terlah dicapai oleh
seorang karyawan dalam pekerjaannya.
Dengan
adanya motivasi yang diberikan menajer kepada bawahannya, itu akan mendorong
bawahan untuk menghasilkan yang terbaik dalam pekerjaannya. Sebaliknya, jika
seorang manajer tidak member penghargaan apapun kepada bawahannya sedangkan
bawahannya tersebut sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, maka semangat
kerja bawahannya tersebut sedikit demi sedikit akan menurun dan akan berakibat
juga pada proses produktivitas.
B. Penutup
Demikian makalah ini kami susun
dengan masih banyak kekurangan di berbagai aspek dan isi. Penulis ucapkan
beribu maaf dan mohon masukannya dari para teman-teman pembaca. Dan tak lupa
penulis ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Suharso,
Ana Ratnaningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang; Widya
Karya.
A.M
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta;
Rajawali Pers.
Handoko,
T.Hani. 1984. Manajemen. Yogyakarta; BPFE.
Griffin,
Ricky W,. Ronald J. Ebert. 2005. Bisnis. Jakarta; PT Indeks Gramedia.
0 komentar:
Post a Comment